Oh,
Ternyata!
“Nduutt… bukunya ketinggalan, mana
berat lagi.. huuhhh”, sambil tergopoh-gopoh Sena membawa tumpukan buku
meninggalkan kantin kampus. Sementara Randina, sahabatnya sejak kecil, lupa
bahwa tumpukan buku di meja kantin adalah buku-bukunya. Terpaksa Sena membawa
buku-buku tersebut sembari lari mengejar Randina.
Tiba di kelas,setelah menyapa
beberapa teman yang telah duduk, Sena menghampiri Randina yang duduk termenung
dengan wajah datar.
“Ndut, kamu kok ninggalin aku sih?
Ni buku-bukumu ketinggalan di meja kantin. Dasar pelupa!”, ucap Sena kesal
kepada sahabatnya. Randina diam dan masih tetap tidak menanggapi ucapan
sahabatnya. Sena berusaha mengganggu pandangan Randina dengan menggoyangkan
tangannya di depan mata Randina, tetapi tetap saja dia terdiam. Sesaat
kemudian, dosen mereka datang dan perkuliahan dimulai.
“Ok class, today is very beautiful.
It’s second meeting right? So, I will explain about the function of article”.
…
Pulang dari
perkuliahan, Sena dan Randina berjalan menuju parkir mobil yang terlatak tepat
di sebelah kanan gedung dekanat. Mobil-mobil yang berjajar rapi tersebut
membuat Randina lupa tempat mobilnya diparkir, ditambah lagi kunci mobilnya
tidak ada di dalam tasnya.
“Ndut, kok muter-muter sih dari
tadi, capek nih. Kamu taruh mana sih mobilnya?”
“Aku… e… aku lupa parkir di sebelah
mana ya, Sen?”, ucapnya sambil menggaruk kepala dengan wajah kosongnya.
“Terus gimana dong?”, Sena semakin
sebel dengan kelakuan Randina yang pelupa. Padahal biasanya dia tidak pernah
semenyebalkan seperti hari biasanya. Randina memang menyebalkan sedikit, tetapi
kelakuannya hari ini sepertinya sudah tidak bisa ditoleransi. Sena yang ingin
segera pulang karena capek mengikuti 4 matakuliah untuk hari ini merasa ada
yang aneh dari sikap Randina. Mulai dari kediamannya, kelupaannya, dan sikapnya
yang tidak mau terus terang tentang apa yang terjadi pada dirinya. Karena
kejengkelannya itu, Sena diam dan tetap mengikuti kemana sahabatnya pergi.
Randina
kembali ke kelas dan berusaha mengingat dimana letak mobilnya diparkir. Randina
dan Sena mencari kunci mobil dalam kediaman yang cukup lama sampai akhirnya
Randina menemukan kunci mobilnya tergeletak rapi tak berdaya di depan kursi
kantin dekat ruang kuliahnya hari itu. Sena tersenyum dan kemudian mereka
menuju parkir mobil. Randina masih tetap bungkam dan tidak memperhatikan Sena
walaupun mereka berjalan berdampingan layaknya saudara kembar tapi begitu
berbeda. Sena yang bertubuh langsing, cantik dan modis dengan aksesoris lengkap
dan pesona kulit putihnya yang membuatnya semakin menarik, sementara
sahabatnya, Randina bertubuh besar dan rambut keritingnya yang susah diatur
meski sudah ribuan kali ke salon untuk melakukan perbaikan.
Ketika
Randina masih berusaha mengingat letak mobilnya, Sena berbelok menuju tukang
parkir untuk menanyakan keberadaan mobil Randina.
“Permisi, Pak. Tau mobil Honda jazz
warna hitam platnya kalo gak salah P 2526 QI? Saya lupa tadi, Pak.” Tanya Sena
kepada tukang parkir yang biasanya menjaga mobil di fakultasnya.
“oh… mbak yang cantik itu njeh,
Mbak? Eh, Maaf, maksud saya mobil merk Honda jazz hitam yang cantik itu kalo
tidak salah ada di barisan pertama mbak. Coba mbak cari aja di sana, soalnya
tadi saya lihat, mbak datang pagi sekali”. Dengan wajah terpesona menatap
kecantikan Sena, tukang parkir itu menjawab dengan kekeliruannya yang natural.
“Oh iya, Pak. Terimakasih ya, Pak”.
Sena segera pergi menuju Randina yang sedang bingung mencari mobilnya.
“Ndut, ayo ikut aku, mobilmu ada di
baris pertama!” menampakkan wajahnya yang mulai agak sinis kepada Randina.
Sena berlari kecil menuju parkir
mobil diikuti Randina yang berjalan dengan penuh keringat di keningnya.
Terlihat bahwa dia juga capek dan masih memikirkan sesuatu di kepalanya.
Setelah
menemukan letak mobilnya, mereka masuk mobil dan keluar dari kampus untuk
menuju rumah Sena yang tak jauh dari rumah Randina . Di tengah perjalanan
menuju rumah Sena, tak ada satu kata yang terucap dari mulut Si Randina, hal
ini semakin menambah kejengkelan di hati Sena. Tepat di kiri jalan raya,
setelah melewati lampu merah dekat pertigaan kota, mobil Randina mogok sehingga
mobil dan motor yang berada tepat di belakang mereka menyalakan klakson berulang-ulang
dengan kerasnya.
“Huhhh, apa-apaan nih mobil, pake
acara mogok segala.” Lagi-lagi Sena menggerutu dengan ekspresi yang membuat
dirinya geram.
Randina berusaha diam meskipun
sebenarnya dia takut sahabatnya itu akan marah dan tidak mau naik mobilnya.
“Kayaknya mesinnya minta direpair, Sen. Kamu bisa bantu aku dorong
gak, Sen? Please, ini terakhir kalinya mobilku mogok. Padahal sebenarnya mobil
Randina hanya kehabisan bensin, dan kemarin sudah dibenahi di bengkel
terpercaya langganan ayah Randina.
“Kenapa kamu gak bilang dari tadi
sih, Ndut, tau gitu aku kan nebeng temen-temen yang lain.”
Setelah berkata demikian, Sena diam
dan masih tetap duduk dalam mobil, begitu juga dengan Sena. Karena merasa
bersalah, beberapa menit kemudian terjadi kesenyapan, secara tiba-tiba Sena
mengatakan,”Tapi gak apa dah, Ndut. Yang penting aku bareng kamu, kamu gak
sendirian, ada aku di sini.
Randina diam dan masih tidak
berkomentar.
Tanpa
basa-basi dan dengan perasaan yang amat kecewa karena merasa diacuhkan oleh
Randina, dia keluar dan mendorong mobil dengan tangannya yang lentik. Di dalam
mobil, Randina menerima pesan dari Soni, kakak kandung Sena.
From:
0897726xxx
To: Randina
Ndoetttt,
udahh siap belon??? di sini udah oke, tin99al nun99u kaliyan.
Cepetan ndut,
9pl.
(ˆεˆ)
Randina menyalakn mesin mobil dan
segera berpura-pura bahwa mobilnya dapat berjalan karena di dorong oleh Sena.
Kemudian Sena masuk sambil mengusap keringatnya yang deras mengalir seperti
atlet yang baru saja sampai di garis finish
dengan nafas yang terengah- engah.
Randina mempercepat laju kecepatan
mobilnya menuju rumah Sena. Sesampainya di sana, Randina ikut keluar dan
menyusul Sena yang lari ke pintu depan rumahnya. Begitu membuka pintu.
“Happy birthday to you…happy
birthday to you…” suara teman dan keluarga Sena yang begitu ceria memberi
kejutan di hari ulang tahunnya yang ke-20.
“Huhhhh, ayah, bunda, kakak,
apa-apaan ini, aku kan jadi bahagia sekarang.” Sambil meniup lilin Sena
memperhatikan Randina yang tertawa terbahak-bahak dengan Kak Soni.
“Dasaaar ya, Kak Soni pasti biang
keladinya. Ini lagi, hampir aja aku turun dari mobil dan mau naik taksi.” Dia
lari dan mengejar kak Soni penuh dengan kegembiraan di hari ulang tahunnya.
“Kakakkk… Aku benci kamu sama
Randina pokoknya… Nyebelin neyebelin nyebelin buanget dehhh”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar