Selasa, 15 Januari 2013

Cerpen Pertama



Oh, Ternyata!

“Nduutt… bukunya ketinggalan, mana berat lagi.. huuhhh”, sambil tergopoh-gopoh Sena membawa tumpukan buku meninggalkan kantin kampus. Sementara Randina, sahabatnya sejak kecil, lupa bahwa tumpukan buku di meja kantin adalah buku-bukunya. Terpaksa Sena membawa buku-buku tersebut sembari lari mengejar Randina.
            Tiba di kelas,setelah menyapa beberapa teman yang telah duduk, Sena menghampiri Randina yang duduk termenung dengan wajah datar.
“Ndut, kamu kok ninggalin aku sih? Ni buku-bukumu ketinggalan di meja kantin. Dasar pelupa!”, ucap Sena kesal kepada sahabatnya. Randina diam dan masih tetap tidak menanggapi ucapan sahabatnya. Sena berusaha mengganggu pandangan Randina dengan menggoyangkan tangannya di depan mata Randina, tetapi tetap saja dia terdiam. Sesaat kemudian, dosen mereka datang dan perkuliahan dimulai.
“Ok class, today is very beautiful. It’s second meeting right? So, I will explain about the function of article”.
Pulang dari perkuliahan, Sena dan Randina berjalan menuju parkir mobil yang terlatak tepat di sebelah kanan gedung dekanat. Mobil-mobil yang berjajar rapi tersebut membuat Randina lupa tempat mobilnya diparkir, ditambah lagi kunci mobilnya tidak ada di dalam tasnya.
“Ndut, kok muter-muter sih dari tadi, capek nih. Kamu taruh mana sih mobilnya?”
“Aku… e… aku lupa parkir di sebelah mana ya, Sen?”, ucapnya sambil menggaruk kepala dengan wajah kosongnya.
“Terus gimana dong?”, Sena semakin sebel dengan kelakuan Randina yang pelupa. Padahal biasanya dia tidak pernah semenyebalkan seperti hari biasanya. Randina memang menyebalkan sedikit, tetapi kelakuannya hari ini sepertinya sudah tidak bisa ditoleransi. Sena yang ingin segera pulang karena capek mengikuti 4 matakuliah untuk hari ini merasa ada yang aneh dari sikap Randina. Mulai dari kediamannya, kelupaannya, dan sikapnya yang tidak mau terus terang tentang apa yang terjadi pada dirinya. Karena kejengkelannya itu, Sena diam dan tetap mengikuti kemana sahabatnya pergi.
Randina kembali ke kelas dan berusaha mengingat dimana letak mobilnya diparkir. Randina dan Sena mencari kunci mobil dalam kediaman yang cukup lama sampai akhirnya Randina menemukan kunci mobilnya tergeletak rapi tak berdaya di depan kursi kantin dekat ruang kuliahnya hari itu. Sena tersenyum dan kemudian mereka menuju parkir mobil. Randina masih tetap bungkam dan tidak memperhatikan Sena walaupun mereka berjalan berdampingan layaknya saudara kembar tapi begitu berbeda. Sena yang bertubuh langsing, cantik dan modis dengan aksesoris lengkap dan pesona kulit putihnya yang membuatnya semakin menarik, sementara sahabatnya, Randina bertubuh besar dan rambut keritingnya yang susah diatur meski sudah ribuan kali ke salon untuk melakukan perbaikan.  
Ketika Randina masih berusaha mengingat letak mobilnya, Sena berbelok menuju tukang parkir untuk menanyakan keberadaan mobil Randina.
“Permisi, Pak. Tau mobil Honda jazz warna hitam platnya kalo gak salah P 2526 QI? Saya lupa tadi, Pak.” Tanya Sena kepada tukang parkir yang biasanya menjaga mobil di fakultasnya.
“oh… mbak yang cantik itu njeh, Mbak? Eh, Maaf, maksud saya mobil merk Honda jazz hitam yang cantik itu kalo tidak salah ada di barisan pertama mbak. Coba mbak cari aja di sana, soalnya tadi saya lihat, mbak datang pagi sekali”. Dengan wajah terpesona menatap kecantikan Sena, tukang parkir itu menjawab dengan kekeliruannya yang natural.
“Oh iya, Pak. Terimakasih ya, Pak”. Sena segera pergi menuju Randina yang sedang bingung mencari mobilnya.
“Ndut, ayo ikut aku, mobilmu ada di baris pertama!” menampakkan wajahnya yang mulai agak sinis kepada Randina.
Sena berlari kecil menuju parkir mobil diikuti Randina yang berjalan dengan penuh keringat di keningnya. Terlihat bahwa dia juga capek dan masih memikirkan sesuatu di kepalanya.

Setelah menemukan letak mobilnya, mereka masuk mobil dan keluar dari kampus untuk menuju rumah Sena yang tak jauh dari rumah Randina . Di tengah perjalanan menuju rumah Sena, tak ada satu kata yang terucap dari mulut Si Randina, hal ini semakin menambah kejengkelan di hati Sena. Tepat di kiri jalan raya, setelah melewati lampu merah dekat pertigaan kota, mobil Randina mogok sehingga mobil dan motor yang berada tepat di belakang mereka menyalakan klakson berulang-ulang dengan kerasnya.
“Huhhh, apa-apaan nih mobil, pake acara mogok segala.” Lagi-lagi Sena menggerutu dengan ekspresi yang membuat dirinya geram.
Randina berusaha diam meskipun sebenarnya dia takut sahabatnya itu akan marah dan tidak mau naik mobilnya.
“Kayaknya mesinnya minta direpair, Sen. Kamu bisa bantu aku dorong gak, Sen? Please, ini terakhir kalinya mobilku mogok. Padahal sebenarnya mobil Randina hanya kehabisan bensin, dan kemarin sudah dibenahi di bengkel terpercaya langganan ayah Randina.
“Kenapa kamu gak bilang dari tadi sih, Ndut, tau gitu aku kan nebeng temen-temen yang lain.”
Setelah berkata demikian, Sena diam dan masih tetap duduk dalam mobil, begitu juga dengan Sena. Karena merasa bersalah, beberapa menit kemudian terjadi kesenyapan, secara tiba-tiba Sena mengatakan,”Tapi gak apa dah, Ndut. Yang penting aku bareng kamu, kamu gak sendirian, ada aku di sini.
Randina diam dan masih tidak berkomentar.
Tanpa basa-basi dan dengan perasaan yang amat kecewa karena merasa diacuhkan oleh Randina, dia keluar dan mendorong mobil dengan tangannya yang lentik. Di dalam mobil, Randina menerima pesan dari Soni, kakak kandung Sena.
From: 0897726xxx
To: Randina
Ndoetttt, udahh siap belon??? di sini udah oke, tin99al nun99u kaliyan.
Cepetan ndut, 9pl.
(ˆεˆ)
Randina menyalakn mesin mobil dan segera berpura-pura bahwa mobilnya dapat berjalan karena di dorong oleh Sena. Kemudian Sena masuk sambil mengusap keringatnya yang deras mengalir seperti atlet yang baru saja sampai di garis finish dengan nafas yang terengah- engah.
Randina mempercepat laju kecepatan mobilnya menuju rumah Sena. Sesampainya di sana, Randina ikut keluar dan menyusul Sena yang lari ke pintu depan rumahnya. Begitu membuka pintu.
“Happy birthday to you…happy birthday to you…” suara teman dan keluarga Sena yang begitu ceria memberi kejutan di hari ulang tahunnya yang ke-20.
“Huhhhh, ayah, bunda, kakak, apa-apaan ini, aku kan jadi bahagia sekarang.” Sambil meniup lilin Sena memperhatikan Randina yang tertawa terbahak-bahak dengan Kak Soni.
“Dasaaar ya, Kak Soni pasti biang keladinya. Ini lagi, hampir aja aku turun dari mobil dan mau naik taksi.” Dia lari dan mengejar kak Soni penuh dengan kegembiraan di hari ulang tahunnya.
“Kakakkk… Aku benci kamu sama Randina pokoknya… Nyebelin neyebelin nyebelin buanget dehhh”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar