Selasa, 15 Januari 2013

Puisi Sitor Situmorang

MALAM SUTERA
SAJAK-SAJAK
SITOR SITUMORANG

SURAT KERTAS HIJAU
TELAH LAMA

Kefanaan ini telah lama dikandungnya
Tiada indah yang dibiarkan tetap di mata
Juga tubuhmu yang kupeluk nyata
Sekali akan bertukar jadi hanya kenangan rasa

Tapi sebelum itu dan kita tiba
Pada perbatasan antara ada dan tiada
Tangan menggapai dalam udara
Dan di kesejukan di relung

Beri aku bercumbu di ronamu
Istirahat kelupaan bermimpi
Di pangkuan

Tiada kekal tiada fana kali ini
Hanya kekinian saat beradu
Bernama perempuan


SURAT KERTAS HIJAU
Segala kendaraannya sudah tersaji hijau muda
Melayang di lembaran surat musim bunga
Berita dari jauh
Sebelum kapal angkat sauh

Segala kerontokan menonjol di kata-kata
Menepis dalam kelakar sonder dusta
Harum anak dara
Mengimbau dari seberang benua

Mari, Dik, tak lama hdup ini
Semusim dan semusim lagi
Burung pun berpulangan

Mari, Dik, kekal bisa semua ini
Peluk goreskan di tempat ini
Sebelum kapal dirapatkan


BERITA PERJALANAN
Buat H.B. Jassin
Kujelajah bumi dan alis kekasih
Kuketok dinding segala kota
Semua menyisih

Keragaman nikmat bebas
Serta kerdilnya ikatan batas
Tersisa di tangkapan hanya hampa

Saat memuncak
Detik menolak
Terbanting diri pada kebuntuan

Hati berontak
Batas mengelak
Meruah ingin dalam kekosongan

Jakarta, A’dam, Paris, Genova satu nama
Salju Alpina di Jibuti guruan Afrika
Sejak itu sepakat kebuntuan
Jadi teman seperjalanan kekosongan
Dalam sajak mencari kepenuhan
Perang antara kesetiaan dan pengembaraan

AMOY   AIMEE
Terbakar lumat-lumat
Menggapai juga lidah angin
Api di pediangan

Terkapar sonder surat
Mati juga malam dingin
Lahirnya hari keisengan

Mari, cabikkan malam Amoy
Jika terlalu ̶  ingin mala mini
Besok ada mentari sonder hati

Belum apa-apa hampa begini
Jauh dalam terowong nadi
Berperang bumi dan sepi

KEPADA ANAKKU
Hai, anakku jadilah tukang
Di waktu senggang jangan baca
Sajak-sajak petualang

Cintailah kerjamu
Lupakan kepedihan bapak
Tebusan duka ibu

Bila datang penyair
Jangan terima bertamu
Segala yang mengingatkan padamu
Usir

Bahagia
Hanya di hidup sederhana

Antara pagi kerja
Dan senja memuja
Kehidupan sederhana
Di tengah manusia kenal setia

PARIS-YUILLET
Bois de Boulogne Grand Lac
Antara hari-hari pohon tak berdaun
Kita terlena di bawah musim bunga
Hidup seakan kita serahkan pada hari mengalun
Tertidur di atas perahu kolam terlucut damba

Sungguh, Lamartine bisa saudara
Jika Rimbaud tak lari ke tepi Sahara

DUKA
Manakah lebih sedih?
Nenek terhuyung tersenyum\jelma sepi abadi
Takkan tertukar rupa

Atau petualang muda sendiri?
Gapaian rindu tersia-sia
Tak sanggup hidup rukun
Antara anak minta ditayang

Sekali akan tiba juga
Takkan ada gerbang membuka
Hanya jalan merentang ditayang

Sekali akan tiba juga
Takkan ada gerbang membuka ̶̶ 
Sungguh sayang cinta sia-sia

Manakah lebih sedih?
Nenek terhuyung tersenyum
Atau petualang mati muda
Mengumur muda telah dinujum

SAJAK
Kenapa takkan percaya pada Tuhan?
Sama sedihnya dengan sajak

Bersama kita ia tak berpegangan
Kecuali dalam duka tam au beranjak

Bila kita mati
Iapun didera sepi
Penyair dalam diri meruntas rantai
Tahu sekali lepas ‘kan turut hancur
Pisau dtikam ke hulu mati
Bukan untuk membela diri ̶  telah lulur

WAJAH TAK BERNAMA
BANGUN
Tidurnya: kejalangan perempuan
Bangunnya: kesepian disugukan,
Racun menyebar di tubuh,
Tak ada yang mengeluh.

Merangkak ia ke jendela,
Memandang pagi seperti biasa
Ia lihat pohon-pohon berbuah,
Dunia yang makin indah.

Hatinya makin rawan.
Rindunya sampai ke awan.

Balik di dada perempuan,
Sorga lain ia impikan.

GAMBAR KOTA DULU
Depan jendela gadis mengurai rambut
Ditimpa sinar pagi menyepuh kota
Sungai di bawah memantul sinar bulan muda
Di mata selamanya yang masih kusut

Di cermin tertera kejadian dalam
Nafsu remaja yang berakhir di malam
Menyatu dengan dendang pagi
Hari baru yang menyusukan hati

Cinta hidup yang tidak kepalang
Di dadanya yang tak tahu diri telanjang
Meraih diriku yang tak tahu pulang
Sebelum semua pintu terpalang

Adakah malammu sudah berhenti risau
Mencari pacar
semenjak semua telah lalu
kenangan jad pudar?
Tapi kau bukan merpati ̶  kutahu
Yang bisa tenteram merindu
dalam sangkar
Akupun nanar.


Sumber: Situmorang, Sitor. 2004. Malam Sutera. Jogjakarta: Matahati.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar